Rabu, 30 November 2011

Kajian 4 Desember 2011

download kajiannya DI SINI

Bukti Kecerdasan Iyas Al-Muzanni

Nama beliau adalah Iyas bin Muawiyah bin Qurrah Al Muzanni, lahir pada tahun 46 H di daerah Yamamah Najed. Kemudian beliau pindah ke Bashrah beserta seluruh keluarganya.
Telah nampak bakat dan kecerdasan beliau sejak masih kecil. Orang-orang sering membicarakan kehebatan dan beritanya kendati beliau masih kanak-kanak.
Diriwayatkan ketika beliau masih kecil beliau belajar ilmu hisab (hitung-menghitung) di sebuah sekolah yang diajar oleh seorang Yahudi ahli dzimmah. Pada suatu hari berkumpullah kawan-kawannya dari kalangan Yahudi itu, mereka asyik membicarankan masalah agama mereka tanpa menyadari bahwa Iyas turut mendengarkannya.
Guru yahudi itu berkata kepada teman-teman iyas (yang beragama Yahudi): “tidakkah kalian heran kepadakaum muslimin itu? Mereka berkata bahwa mereka akan makan disurga, namun tidak akan buang air besar!?”
Iyas menoleh kepadanya lalu berkata,
Iyas: “Bolehkah aku ikut campur dalam perkara yang kalian perbincangkan itu wahai guru?”
Guru: “Silakan!”
Iyas: “Apakah semua yang keluar di dunia ini menjadi kotoran?”

Sejenak Bersama Rabi' bin Khutsaim


Hilal bin Isaf bercerita kepada tamunya yang bernama Mundzir Ats Tsauri: “Tidakkah sebaiknya kuantarkan engkau kepada Syaikh agar kita bisa menambah keimanan sesaat? Jawab Mundzir: “Baik Aku setuju. Demi Allah tidak ada yang mendorong aku datang ke Kufah ini melainkan ingin bertemu dengan gurumu, Rabi’ bin Khutsaim dan rindu untuk bisa tinggal sesaat dalam taman iman bersamanya.

Kemudian pergilah keduanya kepada Rabi’ bin Khutsaim. Setelah mengucapkan salam, mereka bertanya: “Bagaimana kabar anda hari ini wahai Syaikh?”
Ar-Rabi’ : “Dalam keadaan lemah, penuh dosa, memakan rizki-Nya dan menanti ajal.”
Hilal : “Sekarang di Kufah ini ada seorang tabib yang handal. Apakah Syaikh mengizinkan kami memanggilnya untuk anda?”
Ar-Rabi’ : “Wahai Hilal, aku tahu bahwa obat itu adalah benar-benar berkhasiat. Tetapi aku belajar kepada kaum ‘Aad, Tsamud, penduduk Rass dan abad-abad di antara mereka. Telah kudapati bahwa mereka sangat gandrung dengan dunia, rakus dengan segala perhiasannya. Keadaan mereka lebih kuat dan lebih ahli dari kita. Di tengah-tengah mereka banyak tabib, namun tetap saja ada yang sakit. Akhirnya tidak ada yang tersisa lagi baik yang mengobati atau yang diobati karena binasa. (beliau menghela nafas panjang dan berkata) seandainya itulah penyakitnya, tentulah aku akan berobat.”
Mundzir : “Kalau demikian, apa penyakit yang anda derita wahai Tuan Guru?”
Ar-Rabi’ : “Penyakitnya adalah dosa-dosa.”
Mundzir : “Lantas, apa obatnya?”

Senin, 28 November 2011

Kisah Paling Romantis... Buah Menjaga Diri dari Yang Haram

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadam (pembantu)-nya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya".

Rabu, 23 November 2011

Belajar Adab Islam

Imam Malik rahimahullahu mengisahkan: “Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ ‘Kemarilah!’ kata ibuku, ‘Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pent)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’. 76 s.d. 78)

Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata : “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”

Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullahu : “Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama 20 tahun, dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu”.

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu do’anya beliau mengucapkan:

أَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ ، فَإِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَ اصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لَايَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

Ya Alloh, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau. Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau.” (HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419)

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

Ya Alloh, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. Tirmidzi no. 3591, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Dzolalul Jannah: 13)
Dinukil dari Artikel www.muslim.or.id

Istighfar Penghapus Dosa

Sebagian Salaf berkata : “Bergembiralah seorang yang menjumpai dalam catatan amalnya terdapat istighfar yang banyak”.

Berkata Imam Qotadah : “Sesungguhnya Al Quran ini menunjukkan kepada kalian tentang Penyakit dan obatnya. Adapun penyakit itu adalah dosa-dosa, dan Istighfar merupakan obat bagi kalian”.

Abu Musa berkata, “Kami mempunyai dua pengaman dari adzab. Yang pertama telah tiada, yaitu keberadaan Rasulullah di tengah-tengah kami, dan tingallah istighfar bersama kami. Maka jika ia ikut lenyap, kami pasti binasa.”

Hasan Al-Bashri mengatakan, “Perbanyaklah beristighfar di rumah-rumah kalian, di meja-meja makan kalian, di jalan-jalan kalian, di pasar-pasar-pasar kalian, dan di majlis-majlis kalian! Sebab, kalian tidak tahu kapan ampunan akan turun.”

Sikap yang Benar Menghadapi Dunia

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ    

"Hiduplah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara".

وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ.

Ibnu Umar berkata: "Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu." (Riwayat Bukhari).

Sahabat Ali berkata : “Perjalanan di dunia akan ditinggalkan dan perjalanan akherat adalah masa depan. Akan tetapi keduanya memiliki putra masing-masing. Jadilah kalian sebagai putra akherat dan jangan menjadi putra dunia. Karena hari ini adalah lading untuk beramal dan tidak ada hisab (perhitungan) dan kelak hanyalah ada hisab dan tidak ada lagi amalan”.

Umar bin Abdul Aziz berkata : “Ketahuilah, bahwasannya dunia apa yang ada di atasnya hanyalah sedikit, kemuliaannya adalah hina, orang yang kaya hakekatnya adalah fakir, pemuda akan berubah menjadi tua, yang hidup akan mati. Maka janganlah kalian terpedaya dengan menerimanya padahal kalian mengetahui akan segera meninggalkannya. Orang yang tertipu adalah orang yang terpedaya dengan kehidupan dunia”.

Seorang penyair berkata:
Sungguh Allah mempunyai hamba yang pandai
            Yang meninggalkan dunia dan takut akan fitnah yang menimpa
Mereka melihat dunia dan mereka mengetahui
           Bahwasannya orang yang hidup tidak ada tempat di dunia
Mereka menjadikannya sebagai penjara dan lebih untuk memilih
           Amalan sholih sebagai bahtera untuk mengarungi kehidupannya

Selasa, 22 November 2011

Tombo Ati (Obat Hati)

قَالَ إبْراهِيمُ الخَواص : دَواءُ الْقَلُوبِ خَمسَةُ أَشيَاءٍ : أَوّلاً  قِراءَة القُرآنِ بِتَدَبّرٍ ، ثَانِياً  خُلُو البَطْنِ ، ثَالثاً  التّضَرُّع عِندَ السَّحُر ، رَابِعاً قِيَام اللَّيْل ، خَامِساً  مجَالسُ الصّالِحِينَ .

Ibrahim Al-Khowash –disebutkan namanya Ibrahim An-Nak’I- berkata : “Obat hati ada lima : membaca Al-Quran dan mentadabburkannya, mengosongkan perut, qiyamullail (shalat malam), memohon ampun di waktu sahur dan duduk bersama para shalihin”.

Tadabbur Al Qur'an

Ibnu Taimiyyah berkata : “Maksud dari diturunkannya Alquran adalah dipahami maknanya dan diamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Jikalau seorang tidak mempunyai kesungguhan untuk mendapatkan 2 hal ini, maka dia tidak tergolong sebagai Ahli Ilmu dan Ahli Agama”.

Ibnul Qoyyim juga berkata : “Tidak ada satu perkara yang lebih bermanfaat bagi hati dari pada membaca Alquran disertai dengan tadabbur dan tafakkur (memikirkan maknanya)”.

Mujahid berkata : “Makhluk yang paling dicintai Allah adalah orang yang mengamalkan apa yang telah Allah turunkan yaitu Al-Quran”.

Imam An Nawawi berkata : “Seyogyanya bagi Seorang Qori’ (pembaca Alquran) untuk senantiasa dalam keadaan khusyu’, tadabbur dan tunduk. Inilah maksud dan yang dituntut dari membaca Alquran, sehingga dengan sebab itu dada akan menjadi lapang dan hati akan menjadi bersinar”.

Ibrohim Al Khowash berkata : “Obat Hati itu ada 5 hal, beliau menyebutkan salah satunya adalah membaca Alquran dengan mentadaburinya…”.

Minggu, 20 November 2011

Nasehat Ibrahim Ibn Adham Tentang Maksiat


Ada kisah seorang lelaki yang mendatangi Ibrahim ibn Adham. Ibrahim Ibn Adham adalah seorang tabib ahli jiwa. Lelaki itu berkata kepada Ibrahim, “Aku adalah orang yang menyakiti diri sendiri (berbuat dosa). Tunjukkanlah kepadaku hal-hal yang bisa membuatku jera !" 
Ibrahim menasehatinya, “Jika kamu melakukan lima hal ini, kamu tidak akan termasuk orang-orang yang melakukan maksiat. Lelaki itu berkata (ia sangat bersemangat untuk mendengar nasehat si tabib), “Berikanlah apa (nasehat) yang engkau punyai wahai Ibrahim!” Maka Ibrahim menyebutkannya.

Pertama, jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan sesuatupun dari rizkiNya.” Orang itu pun terheran-heran dan kemudian berkata dengan nada bertanya, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu wahai Ibrahim padahal semua rizki datangnya dari Allah Ta'ala?” Ibrahim menjawab, “Jika kamu mengetahui hal itu, apa pantas kamu memakan rizkiNya sedangkan engkau berbuat maksiat terhadap Nya.” Orang itu berkata, “Tidak, wahai Ibrahim. Kemudian apa yang kedua?” Ibrahim melanjutkan,

“Kedua, jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, janganlah kamu bertempat tinggal di Bumi Allah.” Maka orang itu pun terheran-heran -melebihi keheranannya yang pertama- dan bertanya, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu wahai Ibrahim, padahal semua negeri adalah milik Allah?” Ibrahim menjelaskan, “Bila kamu mengetahui akan hal itu, apa pantas kamu tinggal di Bumi-Nya dan berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki itu menjawab “Tidak, wahai Ibrahim. Sebutkan yang ketiga!” Ibrahim menyebutnya,

Ketiga, jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah maka carilah suatu tempat yang Allah tidak melihatmu. (Jika kamu mendapatkan tempat itu) maka lakukanlah maksiatmu kepada Allah!” Lelaki itu berkata, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu wahai Ibrahim, padahal Allah Maha Tahu segala rahasia dan Maha Mendengar derap kaki semut yang sedang berjalan di atas batu cadas yang keras pada malam yang gelap gulita? ” Maka Ibrahim berkata kepadanya, “Bila kamu mengetahui hal itu, apa pantas kamu berbuat maksiat kepadaNya?” Lelaki itu menjawab, “Tidak, wahai Ibrahim. Lalu apa yang keempat?”

Keempat, jika datang malaikat maut untuk mencabut nyawamu maka katakan padanya, “Tundalah sampai batas waktu tertentu (sampai aku taubat terlebih dahulu) !” Lelaki itu pun keheranan, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu wahai Ibrahim, padahal Allah berfirman, “Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak dapat (pula) memajukannya?” (QS. Al-Munafiqun: 11) Ibrahim berkata kepadanya, “Bila kamu mengetahui hal itu, bagaimana kamu mengharapkan keselamatan?” Lelaki itu berkata, “Benar. Berikanlah yang kelima wahai Ibrahim!” Ibrahim melanjutkan,
Kelima, bila datang kepadamu malaikat Zabaniyyah -mereka adalah malaikat penjaga neraka Jahannam- untuk menyeretmu ke neraka Jahannam janganlah engkau pergi bersama mereka.” Belum selesai Ibrahim mengatakan nasehat yang kelima, lelaki itu menangis tersedu-sedu sembari berkata , “Cukup Ibrahim! Aku mohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya.” Orang itu pun akhirnya menekuni ibadah sampai akhir hayatnya.

Mari Menuntut Ilmu...!!!


وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. (muttafaqun’alaih)

Imam Asy Syafi’i berkata: “Barangsiapa menginginkan untuk memperoleh dunia maka hendaknya ia raih dengan ilmu, dan barangsiapa menginginkan kehidupan akherat maka hendaknya ia raih dengan ilmu juga”.

Beliau Juga berkata: “Tidak ada perkara yang lebih utama setelah perkara wajib kecuali menuntut ilmu”.

Berkata sahabat Muadz bin Jabal : “Pelajarilah Ilmu, karena mempelajari ilmu merupakan bentuk Khosyah (takut) kepada Allah, Menuntutnya adalah ibadah dan mempelajarinya secara bersama-sama adalah tasbih”.

Berkata Sahl bin Abdillah : “Barangsiapa yang menginginkan untuk menyaksikan majelis Para Nabi, maka hendaknya ia melihat ke majelis Para Ulama”.

Berkata pula Imam Sufyan Ats Tsauri : “Tidak ada satu amalanpun yang lebih afdhol dari pada menuntut ilmu yang diiringi dengan niat yang benar”.

Sabtu, 19 November 2011

Amar Ma'ruf Nahi Mungkar


Imam Sufyan Ats Tsauri berkata : “Jika engkau mengajak kepada perbuatan ma’ruf, itu akan membuat kokoh pijakan kum muslimin, dan jika engkau mencegah perbuatan munkar, maka engkau telah membuat jengkel, celaka kaum munafikin”.

Sahabat Ali juga berkata : “Pertama kali yang dituntut dari perkara jihad yaitu jihad dengan menggunakan tangan, kemudian menggunakan lisan-lisan kalian, lalu jihad dengan menggunakan hati-hati kalian. Jika hati itu sudah tidak mengetahui perkara ma’ruf dan juga tidak mengingkari kemungkaran, maka akan menjadi terbalik, yang atas akan menjadi di bawah”.

Abu Darda berkata pula : “Sungguh ajaklah kepada perbuatan ma’ruf dan cegahlah dari perkara munkar, jika tidak kalian kerjakan, Allah akan menghukum kalian dengan  dikuasai pemimpin dzolim yang tidak memuliakan orang tua di antara kalian dan tidak mengasihi anak-anak kalian.”

Sahabat Hudzaifah bin Yaman pernah ditanya tentang Mayat hidup, maka beliau menjawab : “Yaitu seorang yang tidak mengingkari kemungkaran dengan tangannya, tidak pula dengan lisannya, begitu juga dengan hatinya tidak mengkari kemunkaran”.

Adapun Ibnu Mas’ud menerangkan tentang mayat hidup beliau berkata : “Yaitu seorang yang tidak mengetahui perkara ma’ruf dan tidak juga mengingkari kemungkaran.”

Ismail bin Umar bertutur : “Barangsiapa yang meninggalkan perkara amar ma’ruf nahi mungkar karena takut kepada mahluk, maka akan dicabut kewibawaan dari darinya”.

Zuhud di Dunia

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ

Zuhudlah terhadap dunia maka engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia maka engkau akan dicintai manusia. (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan).

Ali berkata : “Barangsiapa yang berlaku zuhud di dunia, maka akan terasa ringan musibah-musibah yang menimpa dirinya”.

Hasan Al Bashri berkata : “Zuhud di dunia akan menjadikan hati dan badan beristirahat”.

Ia juga berkata : “Barangsiapa yang cinta terhadap dunia dan mengaguminya, niscaya kecintaan kepada negeri akherat akan lenyap dari hatinya”.

Jundub bin Abdillah berkata : “Cinta dunia merupakan pokok dari segala perbuatan dosa”.

Sahabat Ibnu Mas’ud berkata : “Barangsiapa yang menginginkan Akherat ia akan mengorbankan dunianya, dan barangsiapa yang orientasi hidupnya adalah dunia maka dia akan mengorbankan Akheratnya. Wahai manusia, korbankanlah yang akan binasa untuk mendapatkan yang kekal selama-lamanya.”

Masih dari beliau, ia berkata : “Kalian lebih panjang sholatnya, dan lebih banyak kesungguhannya daripada Sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, akan tetapi mereka lebih utama dari pada kalian.” Maka beliau ditanya, Apa sebabnya ? Beliaupun menjawab : “Adalah mereka lebih zuhud terhadap dunia dan sangat rakus dalam urusan akherat dari pada kalian”.

Ibnul Qoyim menuturkan : “Aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan urusan akherat, adapun sikap wara’ adalah meninggalkan perkara yang ditakutkan bisa menganggu urusan akherat.”