Selasa, 20 Desember 2011

Kisah Hidup Imam Abu Hanifah yang Menakjubkan

Wajahnya tampan dan ceria, fasih bicaranya dan santun tutur katanya. Tidak terlalu tinggi badannya, tidak pula terlalu pendek sehingga enak dipandang mata. Di samping itu, beliau suka berpenampilan rapi, wajahnya ceria dan gemar memakai wewangian. Ketika muncul di tengah-tengah manusia, mereka bisa menebak kedatangannya dari bau wanginya sebelum melihat orangnya.

Itu lah dia Nu’man bin Tsabit Al-Marzuban yang dikenal dengan Abu Hanifah, orang pertama yang meletakkan dasar-dasar fikih dan mengajarkan hikmah-hikmah yang baik.


Abu Hanifah masih merasakan hidup sesaat sebelum berakhirnya khilafah bani Umayah dan awal kekuasaan bani Abasiyah. Beliau hidup pada suatu masa di mana para khalifah dan para gubernur memanjakan para ilmuwan dan ulama hingga rejeki datang kepada mereka dari segala arah tanpa mereka sadari.

Meski demikian, Abu Hanifah senantiasa menjaga martabat jiwa dan ilmunya dari semua itu. Sesampainya di istana beliau disambut ramah dengan penuh hormat, dipersilakan duduk di samping khalifah Al-Manshur kemudian khalifah bertanya tentang banyak persoalan yang menyangkut agama maupun dunia.

Minggu, 18 Desember 2011

10 Nasehat Untuk Pengantin Wanita

Alangkah indah nasihat seorang ibu untuk putrinya yang hendak dinikahkan dengan al-Harits bin ‘Amr al-Kindi. Dia pesankan,

“Wahai putriku, sesungguhnya jikalau wasiat tak lagi diberikan untuk seorang yang beradab dan bernasab mulia, tentu takkan kuberikan wasiat ini untukmu. Namun, wasiat adalah pengingat bagi orang yang berakal dan pemberi peringatan bagi orang yang lalai.

Wahai putriku, seandainya anak perempuan tak lagi membutuhkan suami karena ayah bundanya telah mencukupinya, sesungguhnya engkau orang yang paling tak butuh terhadap suami. Namun, kita ini diciptakan untuk kaum laki-laki, sebagaimana pula diciptakan kaum laki-laki untuk kita.

Wahai putriku, engkau hendak berpisah dengan tempat kelahiranmu, meninggalkan kehidupan yang dahulu engkau tumbuh di sana, menuju tempat yang tak kau kenal bersama teman yang asing bagimu. Dengan kepemilikannya atas dirimu, dia menjadi penguasa atasmu. Berlakulah layaknya hamba sahayanya, niscaya dia akan menjadi sahaya yang tunduk kepadamu. Jagalah sepuluh hal yang akan menjadi simpanan berharga bagimu:

1. Bergaullah dengannya dengan penuh qana’ah karena qana’ah akan melapangkan hati.

Urwah bin Zubair, Seorang Alim yang Dermawan


Pagi itu, matahari memancarkan benang-benang cahaya keemasan di atas Baitul Haram, menyama ramah  pelatarannya yang suci. Di Baitullah, sekelompok sisa-sisa sahabat Rasulullah saw dan tokoh-tokoh tabi’in tengah mengharumkan suasana dengan lantunan tahlil dan takbir, menyejukkan sudut-sudutnya dengan do’a-do’a yang shalih.

Mereka membentuk halaqah-halaqah, berkelompok-kelompok di sekliling Ka’bah agung yang tegak berdiri di tengah Baitul Haram dengan kemegahan dan keagungannya. Mereka memanjakan pandangan matanya dengan keindahannya yang menakjubkan dan berbagi cerita diantara mereka, tanpa senda gurau yang mengandung dosa.

Di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupawan, berasal dari keluarga yang mulia. Seakan-akan mereka bagian dari perhiasan masjid, bersih pakainnya dan menyatu hatinya.

Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair dan saudaranya yang bernama Mus’ab bin Zubair, saudaranya lagi bernama Urwah bin Zubair dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan.

Perhatian Umar bin Abdul Aziz terhadap Rakyatnya


Diceritakan oleh seorang qadhi Mushil Yahya Al-Ghassani, beliau menuturkan ceritanya:

Suatu hari Umar bin Abdul Aziz berkeliling di pasar-pasar Himsha untuk memantau situasi perdagangan dan mengamati harga-harga. Mendadak seseorang berpakaian merah menghadang di depannya seraya berkata, “Wahai amirul mukminin, saya mendengar berita bahwa barangsiapa yang mempunyai keluhan, dia boleh mengadukannya secara langsung kepada Amirul Mukminin.” Beliau menjawab, “Benar.” Orang itu berkata, “Di hadapan Anda telah ada seorang yang teraniaya dan jauh dari rumahnya.” Khalifah bertanya, “Dimanakah keluargamu?” Dia menjawab, “Di Aden.” Khalifah berkata, “Demi Allah, rumahmu benar-benar jauh dari rumah Umar.” Khalifah segera turun dari kudanya dan berdiri di depan orang itu lalu bertanya, “Apa keluhanmu?” dia berkata, “Barang saya hilang karena diambil oleh orang yang mengaku pegawai Anda, lalu dia merampas barang milik saya.”

Umar bin Abdul Aziz, Raja yang Bersahaja

Diceritakan oleh Dukain bin Sa’id Ad-Darimi seorang penyair tersohor, dia berkata:

“Suatu ketika saya mendatangi Umar bin Abdul Aziz sewaktu masih menjadi gubernur Madinah, aku diberi hadiah 15 ekor onta pilihan. Setelah berada di tanganku, aku memperhatikannya, aku merasa kagum melihatnya, aku menjadi khawatir membawanya pulang ke desaku seorang diri, sedangkan aku merasa sayang untuk menjualnya.

Ketika aku masih dalam kebingungan, beberapa kawan datang kepadaku. Mereka hendak kembali ke perkampunganku di Najad, maka kau menawarkan diri sebagai kawan perjalanan. Mereka berkata, “Silakan, kami akan berangkat malam ini, bersiap-siaplah untuk berangkat bersama kami.”

Saya segera menjumpai  Umar bin Adul Aziz untuk berpamitan. Saat itu ada dua orang tua yang tak kukenal di majelisnya. Tatkala aku hendak beranjak pulang, gubernur Madinah itu menoleh kepadaku lalu berkata,

Sabtu, 17 Desember 2011

Bersikap Tawadhu'



Amru bin Qais berkata: "Tiga hal merupakan puncak tawadhu': Anda memulai salam kepada orang yang anda jumpai, anda meridhai tempat duduk yang sederhana daripada yang mulia dalam majlis, dan anda tidakmenyukai riya', sum'ah, dan pujian dalam beramal kepada Allah." [Hilyatul Auliya':V/101].

TAWADHU' salah satu sifat mulia dan terpuji dalam Islam. Sayyidul mursalin (RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam) adalah seorang yang tawadhu' dan merendah kepada kaum mukminin.

Bakr bin Abdillah berkata: "Jika engkau melihat orang yang lebih dewasa dari anda, katakanlah: "Dia telah mendahuluiku dengan iman dan amal shalih, maka dia lebih baik dariku."
Dan jika anda melihat orang yang lebih muda dari anda, katakanlah: "Aku telah mendahuluinya berbuat dosa dan maksiat, maka dia lebih baik dariku." [Shifatus Shafwah: III/248]

Kegigihan Salman Al Farisy Dalam Mencari Hidayah Islam

Silakan Download Kajian MP3-nya oleh Ust. Abdurrohman At Tamimy DI SINI 

Saat hidayah menerangi hati, takkan gentar jiwa menantang aral. Gunung tak masalah untuk didaki, laut pun tak peduli untuk diarungi, lezatnya pangkat pun siap ditanggalkan. Semua ini guna mencecap nikmatnya hidayah yang tak terbeli.

Dalam lipatan buku sejarah dan hadits, tertoreh nama Salman Al-Farisi. Seorang sahabat Nabi dari negeri seberang. Seorang alim yang mengetahui dua kitab suci. Sejarah keislamannya mencerminkan mahal dan manisnya hidayah. Kisah Salman masuk Islam termaktub di dalam Musnad Ahmad secara lengkap dengan sanad yang shahih. Salman menceritakannya secara langsung kepada Ibnu ‘Abbas.

Sebelum Rasulullah diutus membawa cahaya hidayah, pemuda Salman adalah pemuda Persia, anak kesayangan dari seorang tokoh di sana, sampai-sampai ayahnya tidak membiarkannya keluar rumah lantaran sayang terhadap putranya.

Salman awalnya adalah seorang Majusi penyembah api yang taat. Dia senantiasa menjaga api agar tidak padam. Suatu hari, Salman diperintah untuk melihat kebun ayahnya. Dia pun bertolak dari rumah menuju kebunnya. Di tengah perjalanan, Salman mendengar suara orang-orang Nasrani sedang beribadah di dalam gereja. Salman, yang tidak mengetahui dunia luar, pun penasaran terhadap suara tersebut. Dia masuk ke dalam gereja melihat ibadah yang mereka lakukan.

“Demi Allah, ini lebih baik daripada agama yang kami anut.” tukasnya dalam hati.

“Dari mana asal agama ini?” tanya Salman kepada mereka.

Jumat, 02 Desember 2011

Kisah Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Raja’ bin Haiwah adalah seorang ulama, sekaligus mentri yang mempunyai andil besar dalam proses diangkatnya khalifah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, beliau menceritakan detik-detik proses pengangkatannya sebagai khalifah kaum muslimin, dia bercerita:
“Di awal hari Jumat di bulan Shafar tahun 99 H, aku mendampingi Amirul Mukminin, Sulaiman bin Abdul Malik di Dabik. Saat itu Amirul Mukminin telah mengutus suatu pasukan yang kuat untuk menggempur Turki di bawah komando saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik, dan di dampingi putra beliau, Daud.
Ketika waktu telah mendekati shalat Jumat, Amirul Mukminin berwudhu dengan sebagus-bagusnya wudhu, memakai jubah berwarna hijau dan sorban yang berwarna hijau pula. Beliau merasa bangga melihat dirinya di cermin yang terlihat masih muda, di mana usia beliau ketika itu baru sekitar 40 tahun. Kemudian beliau keluar untuk menunaikan shalat Jumat bersama orang-orang. Sepulangnya dari shalat Jumat beliau tiba-tiba merasa demam. Rasa sakit tersebut kian hari, semakin bertambah parah. Sehingga beliau meminta aku (Raja’) untuk senantiasa berada di sisinya.
Suatu kali, ketika aku masuk ke ruangan khalifah, aku dapati Beliau sedang menulis sesuatu. Aku bertanya: “Apa yang sedang anda lakukan wahai Amirul Mukminin?” Beliau menjawab: “Aku menulis wasiat untuk penggantiku yakni putraku Ayyub.”