Menyalahkan Benda Dalam Mendidik Anak
Pendidikan Anak
“Siapa nak yang nakal..? kursi ini ya,,,? nih Ummi pukul kursinya biar kapok... cup..cup.. sudah jangan menangis”
Inilah ungkapan yang sering kita dengar dari istri kita ketika ingin mendiamkan anak yang menangis. Atau bahkan kita sendiri juga sering mempraktekkannya. Entah itu kursi, atau batu ketika terjatuh di jalan, bahkan kodok yang gak ada wujudnya pun terkadang juga disalahkan. Cara ini sengaja dilakukan agar si anak berhenti dari menangisnya lantaran tersandung kursi atau batu atau terjatuh sendiri. Dengan metode ala “menyalahkan” secara tidak langsung dan tanpa kita sadari, kita telah mengajarkan kepada anak “rasa benar terus” atau “tidak mau disalahkan” serta egois apa yang dia lakukan pasti benar.
Seiring dengan berjalannya waktu hal ini akan terbentuk pada diri sang anak dan menjadi karakternya hingga usia dewasa. Di manapun ia berada dan bagaimanapun keadaannya, ketika mendapatkan sebuah problem, ia akan menuduh orang lain, adalah pemicu terjadinya masalah tersebut tanpa melihat pada diri sendiri, dan introspeksi mungkin dirinya dirinya sendirilah yang salah.
Islam telah mengajarkan kepada kaum muslimin agar mengakui kesalahan yang diperbuatnya tanpa menuduh orang lain. jujur terhadap dirinya tanpa melibatkan orang lain terlebih lempar batu sembunyi tangan.
Jika generasi muda kaum muslimin tumbuh di bawah bayang-bayang pendidikan ala “menyalahkan” maka yang muncul adalah generasi dengan mental maunya menang/benar sendiri dan egois tidak mau di salahkan.
Oleh karenanya, kita sebagai orang tua atau pendidik hendaknya menyadari hal ini dan mengganti cara mendidik dengan berbasiskan kejujuran. Kita katakan kepada anak kita, “nak.., lain kali hati-hati ya... karena ada kursi...” atau “nak.... nanti lewatnya sebelah sini aja karena di situ ada kursi”. Wallahu a'lam.
Allahu yubaarik fii aulaadina.
Allahu yubaarik fii aulaadina.